Compress - Seni merupakan salah satu cara manusia dalam mengungkapkan keindahan. Dengan kata lain seni, merupakan salah satu media manusia mengomunikasikan perasaannya. Setiap orang pasti mempunyai petualangan seninya masing-masing. Begitupun Asril Gunawan, seorang pemain biola yang juga sibuk sebagai kepala prodi (Program Studi) Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Mulawarman.
Ia sudah mengenal seni sejak bersekolah di SMKI Makassar (Sekolah Menengah Karawitan Indonesia). Disana, beliau belajar mengenai alat-alat musik tradisional hingga akhirnya ia mulai mengenal dan jatuh cinta pada biola. Namun kecintaannya terhadap biola tidak serta-merta membuatnya langsung lihai. Ada pasang-surut yang ia lewati, mulai dari rasa bosan hingga kesibukan lain yang melalaikan. Ia mulai fokus kembali dengan saat mulai berkuliah di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta.
Ditemui di kantornya pada Rabu (5/9) lalu, ia bersemangat menerangkan makna seni bagi seorang Asril. Menurutnya, seni tak mungkin terpisahkan dengan kehidupan sehari-hari manusia.
“Kesenian itu ibaratnya makanan dan minuman buat kita. Artinya gini, ya hidup itu kan kering rasanya tanpa adanya seni. Tak berkesenian, tak adanya seni rasaya kita ini manusia yang hampa bagi saya, seolah manusia yang kehilangan ruh,” terangnya.
Ia berpendapat bahwa mahasiswa sekarang punya banyak peluang untuk menjadi kreatif dalam berkesenian karena teknologi informasi yang semakin canggih. Sehingga wadah untuk berkarya juga semakin besar. Sayangnya minat dan kecintaan mahasiswa terhadap budaya sendiri masih kurang. Sebagai dosen Seni Budaya, ia ingin menumbuhkan rasa cinta terhadap budaya sendiri.
“Nah, yang saya pikir sekarang itu adalah membentuk mindset para mahasiswa bahwa kesenian itu penting apapun bidang dan profesinya. Seni juga penting sebagai pembentukan karakter serta penyeimbang,” tuturnya.
Ia juga mengatakan bahwa di era globalisasi ini rata-rata pemuda bangsa menyukai budaya dari luar terutama barat. Namun itu bukanlah perkara besar, yang terpenting adalah tahu batasannya. Sebagai orang timur harus punya keyakinan yang kuat bahwa budaya timur itu bisa seimbang dengan budaya barat.
Meski begitu, tidak masalah sebenarnya menyukai budaya barat karena itu adalah pengetahuan, hanya saja bagi generasi muda kadang-kadang tidak mem-filter, karena tidak smeua budaya barat dapat kita tiru. Dikhawatirkan berefek kepada etika pergaulan sehari-hari.
Sebelum menutup, ia berpesan, “Kalau bisa jadikan seni itu sebagai candu, karena apapun yang menjadi candu itu akan membuat sulit lepas penggunanya, jika konteksnya baik, seperti seni misalnya, maka kecanduan itu akan membuat orang akan menjadi produktif dalam berkarya,’’ tutupnya.
Penulis : Mochamad Fernanda Fadhila
Editor : Hilda Annisa Nur Firdausi
Comments