top of page
Writer's picturecompressnews

Ketika Rupiah Kembali Babak Belur

Oleh: Freijae Rakasiwi, Gubernur BEM FEB Universitas Mulawarman

COMPRESS - Pelemahan mata uang Rupiah sudah menyentuh titik nadir. Keguncangan sentimen global membuat nilai tukar rupiah babak belur sampai memasuki semester 3 tahun 2018. Terbaru, nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (AS) telah menembus angka Rp 15.029, pada Selasa (4/9/2018) malam. Tentu, ini menjadi raport merah untuk kestabilan fundamental perekonomian Indonesia, sebab rupiah melemah ke level terlemah sejak september 2015.


Penyebab melemahnya rupiah antara lain kenaikan dan ekspektasi kenaikan fed fund rate (suku bunga acuan Amerika Serikat), kekhawatiran dampak perang dagang AS versus Tiongkok, serta kenaikan harga minyak dunia pascageopolitik yang masih memanas, ketidakpastian pasca-Brexit serta adanya krisis Argentina yang mengajukan pinjaman kepada IMF senilai USD50 miliar atau 733 Triliun.


Gambar: Pije Saat Melakukan Aksi; Dokumentasi Pribadi

Dari sisi faktor internal penyebab turunnya nilai tukar rupiah adalah pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Indonesia yang kurang optimal dengan lambannya peningkatan konsumsi domestik. Kondisi ini selaras dengan kondisi defisit neraca perdagangan Indonesia karena melemahnya daya saing ekspor, berkurangnya cadangan devisa dalam tiga bulan terakhir dengan posisi terakhir di bulan juni sebesar 118 USD miliar, serta pertumbuhan ekonomi yang masih di tidak ideal disebabkan ketergantungan menggunakan bahan baku impor.


Pelemahan Rupiah membuat masyarakat khawatir. Bukan tanpa alasan, setidaknya beberapa hal yang bisa beresiko jika rupiah terus melemah. Pertama, jika pelemahan berlanjut, daya saing produk Indonesia baik domestik maupun ekspor akan mengalami pelemahan juga. Karena, saat ini beberapa sektor industri masih mengandalkan impor bahan baku dan barang modal.


Untuk risiko kedua, pelemahan rupiah bisa menjadi beban terhadap pembayaran cicilan dan bunga utang luar negeri pemerintah dan korporasi semakin membesar. Dengan demikian risiko gagal bayar utang swasta akan naik, terlebih masih banyak perusahaan yang belum melakukan hedging atau lindung nilai.


Gambar: Rupiah Melemah; Google

Sedangkan risiko ketiga adalah bisa mempengaruhi penyesuaian harga BBM. Indonesia sebagai negara net importir minyak mentah sangat sensitif terhadap pergerakan dolar AS. Akibatnya harga BBM berpotensi akan naik, karena transaksinya menggunakan mata uang US Dollar.


Ditambah lagi, anjloknya nilai rupiah membuat perekonomian kita tidak stabil, sehingga akan terjadi cost push inflation, yaitu inflasi yang disebabkan oleh naiknya biaya faktor produksi seperti BBM. Tentu, ini menyebabkan biaya produksi lebih mahal sehingga profit semakin rendah dan perusahaan akan mengurangj produksi dan fatalnya akan mengurangi tenaga kerja maka akan menambah tingkat pengangguran.


Reporter: Tahta Agung GW

Editor: Suti Sri Hardiyanti

17 views0 comments

Comments


bottom of page